Sekda Jateng: Hanya 4% dari 7000 Rempah yang Dibuat dalam Bentuk Produk

By Admin

nusakini.com-- Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah, Sri Puryono mengungkapkan produksi berbagai jenis rempah di Jawa Tengah sebenarnya sudah cukup tinggi.  

"Di Jawa Tengah ada 7000 jenis rempah. Tapi, hanya 4% yang dimanfaatkan dan dibuat dalam bentuk produk," ujar Sri Puryono pada pembukaan Pekan Poros Maritim Berbasis Rempah di Lawangsewu, Semarang, Kamis (16/11).

Menurut Sri, dari 35 Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah, ada beberapa daerah yang menjadi kantong rempah yakni Purbalingga, Kendal, Banjarnegara dan Banyumas.

Sri menambahkan, mayoritas bahan rempah yang tersedia dimanfaatkan dan dikelola sendiri oleh petani. "Bila dikelola dengan baik, rempah bisa jadi komoditi yang mahal. Hal ini sudah sering saya sampaikan kepada petani rempah agar mereka berpedoman 3K dalam memproduksi yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas," jelas Sri.

Pemprov Jateng, lanjut Sri, memberi dukungan kepada petani rempah dengan mengadakan kerjasama dengan beberapa perusahaan di Jawa Tengah agar mengakomodir hasil rempah petani lokal.

Tujuannya adalah memperpendek rantai distribusi yaitu dari petani langsung ke pabrik tanpa harus melewati tengkulak.

"Petani harus berani ke pabrikan. Jangan berorientasi komoditas lainnya saja. Dengan adanya kerjasama Pemerintah, maka petani ada jaminan bahan baku dan pabrik ada jaminan pasar," ujarnya.

Dilain pihak, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang, mengklaim komoditas rempah merupakan peyumbang tertinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) melebihi minyak dan gas (migas) di Indonesia.

"Tahun 2016, komoditas rempah menyumbang Rp 429 triliun terhadap PDB nasional. Itu melebihi migas yang hanya Rp 365 triliun. Produk migas dari hari ke hari mengalami penurunan karena energi fosil akan habis," kata Bambang .

Bambang menambahkan, nilai ekonomi rempah bisa makin besar kalau dikelola dengan baik."Pengelolaan rempah saat ini masih lemah. Dimana Rempah biasa dibeli dari petani dengan nilai kecil dan kualitas rendah. Berbeda jika dikelola secara berkelompok dalam jumlah banyak, terorganisir dan memiliki kualitas unggul," papar Bambang.

Bambang menambahkan"Sebanyak 99 persen rempah dikelola petaninya sendiri, dibeli beberapa karung dengan harga murah. Coba kalau berkelompok, dan ditanam dengan teknik yang tinggi menghasilkan kualitas unggul. Pembeli tidak bisa menawar murah," ucapnya.

Pihak Kementerian Pertanian, lanjut Bambang, menganggarkan dana besar agar komoditas rempah bisa dikembangkan dengan optimal. Tahun 2016, Kementerian Pertanian menganggarkan Rp 11 triliun untuk alokasi bibit perkebunan, dengan penambahan hingga Rp 1,6 triliun pada 2017. Jumlah anggaran tersebut, kata Bambang, diperuntukkan membeli 35 juta bibit pohon, termasuk tanaman golongan rempah. (p/ab)